suaka-HI

suaka

Kata suaka sebenarnya berasal dari bahasa Yunani, yaitu “asylon” atau “asylum” dalam bahasa latin, yang artinya tempat yang tidak dapat dilanggar di mana seseorang yang dikejar-kejar mencari tempat berlindung.
Sementara itu, pengertian suaka menurut para ahli:
1.Dr. Kwan Sik, S.H
Suaka adalah perlindungan yang diberikan kepada individu oleh kekuasaan lain atau oleh kekuasaan dari negara lain (negara yang memberikan suaka).
2.Oppenheim Lauterpacht
Suaka adalah dalam hubungan dengan wewenang suatu negara mempunyai kedaulatan di atas teritorialnya untuk memperbolehkan seorang asing memasuki dan tinggal di dalam wilayahnya dan atas perlindungannya.
3.Charles de Visscher
Suaka adalah sesuatu kemerdekaan dari suatu negara untuk memberikan suatu suaka kepada orang yang memintanya.
4.Gracia Mora
Suaka adalah suatu perlindungan yang diberikan oleh sesuatu negara kepada orang asing yang melawan negara asalnya.
5.Prof. Dr. F. Sugeng Istanto, S.H.,
Perlindungan individu di wilayah negara asing tempat ia mencari perlindungan (kediaman asing, kapal asing, dll)
6.Sumaryo Suryokusumo
Suaka adalah di mana seorang pengungsi/ pelarian politik mencari perlidungan baik di wilayah sesuatu negara lain maupun di dalam lingkungan gedung Perwakilan Diplomatik dari suatu negara. Jika perlindungan yang dicari itu diberikan, pencari suaka itu dapat kebal dari proses hukum dari negara dimana ia berasal.

Dari apa yang telah dikatakan sebelumnya di atas, J.G. Starke menegaskan pula bahwa konsepsi suaka hukum internasional adalah mencakup 2 unsur yaitu:
1. Penaungan yang lebih daripada pelarian sementara sifatnya.
2. Pemberian perlindungan dari pembesar-pembesar yang mengusasi daerah suaka
secara aktif.
Dan dari batasan-batasan yang telah didapatkan sebelumnya tersebut, kita dapat menarik kesimpulan bahwa suaka adalah suatu perlindungan yang diberikan oleh suatu negara kepada individu yang memohonkannya dengan berbagai alasan tertentu.

Sebelum berbicara mengenai suaka lebih jauh, maka lebih baik apabila kita memahami sejarah dari suaka itu sendiri, Suaka sudah ada sejak ratusan tahun bahkan ribuan tahun yang lalu, bahkan pada zaman primitif-pun suaka telah dikenal dimana-mana. Menurut Enny Soeprapto, masyarakat Yunani Purba telah mengenal lembaga yang disebut dengan “asylia” walaupun agak berbeda dengan maksud dan pengertiannya tentang “suaka” yang kita kenal sekarang.
Pada masa Yunani purba itu, agar seseorang, terutama pedagang yang berkunjung ke negara-negara lainnya, mendapatkan perlindungan, maka antara sesama negara kota di negeri itu diadakan perjanjian-perjanjian untuk maksud demikian.
Dalam perkembangannya, lembaga “asylia” itu kemudian dilengkapi dengan lembaga yang disebut “asphalia” yang tujuannya melindungi benda-benda milik orang yang dilindungi menurut lembaga “asylia”. Dalam perkembangannya sejarah kemudian mengenal kebiasaan dimana rumah-rumah ibadat seperti gereja, merupakan tempat suaka. Demikian juga dengan rumah-rumah sakit yang sering dipandang sebagai tempat suaka.
Dalam kelanjutannya pada awal masehi, suaka berarti suatu tempat pengungsian atau perlindungan terhadap orang yang peribadatannya dihina. Untuk selanjutnya, dalam waktu yang lama, suaka diberikan kepada pelarian pada umumnya terlepas dari sifat perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan oleh pencari suaka yang menyebabkannya dikejar-kejar. Dalam waktu yang lama pelaku tindak pidana biasa-pun, yang mendapat suaka di negara lain, tidak diekstradisikan.
Keadaan ini baru berubah pada abad ke-17, dimana berbagai pakar hukum, termasuk seorang juris Belanda yang terkenal, Hugo Grotius, menggariskan perbedaan antara tindak pidana politik dan tindak pidana biasa dan menyatakan bahwa suaka hanya dapat diklaim oleh mereka yang mengalami tuntutan politis atau keagamaan. Sejak pertengahan abad ke-19 bagian besar perjanjian ekstradisi mengakui prinsip non ekstradisi bagi tindak pidana politik, kecuali yang dilakukan terhadap kepala negara.
Pada bagian sebelumnya telah disinggung bahwa pemberian suaka didasarkan pada beberapa alasan-alasan tertentu, adapun alasan-alasan itu berkaitan dengan :
Perikemanusiaan
Agama
diskriminasi
ras
politik, dll.
Adapun pemberian dari suaka atas alasan-alasan yang itu bertujuan agar para pencari suaka tersebut dapat terhindar dari penyiksaan oleh pemerintah negara asal milik pemohon. Pasal 1 Convention Against Torture and Other Cruel, Human Or Degarding Treatment Or Punishment memberikan suatu bentuk batasan sebagai berikut :
1.For the purposes of this Convention, the term “torture” means any act by which severe
pain or suffering, whether physical or mental, is intentionally inflicted on person for such purposes as obtaining from him or a third person information or a confession, punishing him for act the third person has comitted, or intimidating or coercing him or a third person, or for any reason based on discrimination of any kind, when such pain or suffering is inflicted by or at the instigation of or with the concent or acquiescence of a public official or other person acting in an official capacity. It does not pain or suffering arising only from, inherent in or incidental to lawful sanction.
2.This article is without prejudice to any international instrument or national legislation which does or may contain provisions or wider application.
Dalam kaitannya dengan pemberian suaka, perlu diketahui bahwa pemberian suaka tidak termasuk perlindungan atas pejabat atau orang-orang yang melakukan perbuatan kriminal di negara asalnya.
Berkenaan dengan hal suaka itu, pihak yang berwenang dan terkait dalam penanganan suaka adalah :
Departemen luar negeri
Perwakilan diplomatik di luar negeri
Departemen dalam negeri
Departemen kehakiman dan HAM
Departemen sosial
Pemda
Kepolisian
Intelijen

Dan mekanismenya pemberian suaka adalah sebagai berikut :
Dalam hal diketahui adanya suatu pencari suaka yang ada di suatu daerah, pemda segera
memberitahukan deplu untuk mengkoordinasikan langkah-langkah yang diperlukan bersama dengan departemen/ lembaga pemerintahan yang terkait.
Berdasarkan dengan hasil koordinasi, deplu akan memberitahu pemerintah negara asal pencari suaka untuk memperoleh upaya penyelesaian.
Jika diperlukan, departemen yang terkait dapat membentuk satgas untuk mengupayakan koordinasi dan uapaya penanganan tingkat lanjut.
Dalam kaitannya dengan suaka, perlu dibedakan perbedaan antara pencari suaka dan pengungsi, Perbedaan itu ada pada status suakanya. Pada dasarnya kedua pihak adalah orang yang terpaksa memutuskan hubungan dengan negara asalnya karena rasa takut yang mendasar dan tidak mungkin untuk kembali lagi. Akan tetapi kedudukan dari seorang pencari suaka dikatakan demikian apabila dalam pengajuan suakanya pada negara lain yang bersangkutan belum diakui status suakanya atau apabila suakanya itu ditolak sementara pengungsi adalah status kelanjutan keberadaannya di luar negeri apabila status suakanya itu diterima oleh negara lain dengan mengacu pada ketentuan hukum internasional yang ada.

Ada 2 jenis suaka :
1.Suaka diplomatik
Dalam suaka jenis ini, tempat suaka adalah tempat-tempat yang menjadi milik atau yang digunakan untuk keperluan resmi negara pemberi suaka yang memiliki kekebalan dari yurisdiksi negara dimana tempat tersebut berada.
Yang termasuk dalam tempat-tempat di atas adalah :
– Gedung perwakilan diplomatik
– Rumah dinas kepala misi diplomatik atau konsuler
– Pangkalan militer
– Kapal atau pesawat terbang milik pemerintah yang digunakan untuk tujuan non
komersil.
2.Suaka teritorial
Tempat suaka adalah wilayah dari negara pemberi suaka itu sendiri, baik darat dan laut.

contoh surat gugatan PTUN (tigor)

15 Maret 2010

Kepada Yth:
Ketua Pengadilan TUN Jakarta
Di Jalan Ampera

Perihal : Gugatan Pembatalan Surat Keputusan Pemecatan Nomor : 10/3/2010/JKT.
Lampiran : Surat Kuasa Khusus

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama                     : Rismando Hendra
Kewarganegaraan    : Indonesia

Pekerjaan               : PNS

Alamat                   : Jalan Raya Duren Tiga No. 21,Jakarta Selatan

Kuasa hukum berdasarkan surat kuasa pada tanggal 12 Maret 2010 :

Nama                     : Tigor Panjaitan, S.H, M.H.

Kewarganegaraan    : Indonesia

Pekerjaan               : Advokat

Alamat                   : Jalan Potlot 2 No 31,Jakarta Selatan

Yang selanjutnya disebut sebagai Penggugat.

Dengan ini mengajukan gugatan terhadap :

Lembaga Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh Badan Kepegawaian berkedudukan di Jalan Gatot Subroto,Jakarta Selatan. Selanjutnya disebut sebagai Tergugat.

Adapun gugatan ini kami ajukan berdasarkan hal-hal sebagai berikut :

Bahwa pada tanggal 10 Maret 2010 penggugat telah menerima Surat Keputusan Nomor : 10/3/2010/JKT, tentang pemecatan secara tidak hormat yang diterbitkan dan ditanda tangani oleh tergugat sesuai dengan pasal 55 Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 bahwa gugatan ini masih dalam jangka waktu (90 Hari) yang telah ditetapkan di dalam Undang-Undang tersebut.

Penggugat telah bekerja sebagai PNS di kantor departemen pertanian selama kurang lebih 2 (dua) tahun lamanya.Tanpa pemberitahuan terlebih dahulu pada tanggal 10 maret 2010 penggugat menerima Surat Keputusan Nomor : 10/3/2010/JKT tentang pemecatan secara tidak horma,dengan alasan bahwa penggugat tidak memenuhi kewajiban yang telah dilimpahkan padanya.Padahal sebelumnya penggugat telah mengirimkan surat permohonan cuti yang telah diterima oleh tergugat pada tanggal 7 Maret 2010.Pernyataan tersebut telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik karena melanggar asas proporsionalitas serta melanggar asas profesionalitas sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN.

Pemecatan tersebut tidak memenuhi unsur pemecatan serta melanggar asas prodesionalias dan asas proporsionalitas pemerintahan yang baik,terlebih pula penggugat tidak diberi pesangon atas pemecatan yang dilakukan oleh tergugat.

Oleh karena itu selaku kuasa hukum sesuai Surat Kuasa tanggal 12 Maret 2010 mengajukan Surat Gugatan ini,dan memohon kepada ketua pengadilan TUN Jakarta agar memberikan kelonggaran atau penundaan terhadap pelaksanaan keputusan tata usaha Negara yang sedang di gugat.Serta kami juga meminta pemberian ganti rugi sebesar Rp. 3.000.000 ,- (Tiga Juta Rupiah) serta pengembalian nama baik penggugat.

Disamping itu penggugat meminta kepada tergugat agar segera menerbitkan surat keputusan pengangkatan kembali penggugat sebagai PNS secepatnya.

Berdasarkan uraian diatas,kami meminta agar ketua pengadilan TUN Jakarta agar :

  • Memutus / mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya;
  • Menyatakan batal / tidak sah Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh tergugat berupa S.K Nomor : 10/3/2010/JKT;
  • Mewajibkan tergugat untuk membayar ganti rugi serta rehabilitasi;
  • Mewajibkan tergugat untuk mencabut surat keputusan nomor : 10/3/2010/JKT;
  • Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara;
  • Mewajibkan tergugat untuk segera menerbitkan Surat Keputusan pengangkatan kembali sesuai pasal 97 ayat (8) & (9) UU No. 5 Tahun 1986.

Selanjutnya kepada pemegang kuasa ini kami berikan wewenang penuh untuk mewakili pemberi kuasa mengahdap dan berbicara di muka persidangan TUN. Membuat dan menandatangani surat-surat yang diajukan sehubungan dengan perkara tersebut. mejawab, membantah hal-hal yang tidak benar, mengajukan bukti-bukti, serta megajukan permohonan.

Jakarta, 15 Maret 2010

Kuasa Hukum,                                                                   Penggugat,

Tigor Panjaitan, S.H, M.H                                           Rismando Hendra

——————————————————————————————-

Surat Kuasa Khusus

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Rismando Hendra,warganegara Indonesia,pekerjaan PNS,alamat jalan raya durewn tiga no. 21,Jakarta Selatan.Selaku pemberi kuasa.

Dengan ini memberikan kuasa penuh kepada kantor “Tigor & Partner’s law firm”,warganegara Indonesia,pekerjaan advokat,alamat jalan potlot 2 no.31,Jakarta Selatan.Baik bertindak bersama-sama maupun sendiri-sendiri :

1. Tigor Panjaitan,S.H, M.H

2. Ibnu Aji,S.H

————————————–KHUSUS————————————–

Bertindak atas nama pemberi kuasa salam hal ini selaku penggugat untuk mengajukan gugatan atas SK nomor :10/3/2010/JKT. Tentang pemecatan secara tidak hormat melalui pengadilan TUN Jakarta terhadap badan kepegawaian yang berkedudukan di jalan gatot subroto,Jakarta Selatan yang selanjutnya disebut sebagai tergugat.

Untuk itu penerima kuasa dikuasakan untuk membuat dan menandatangani surat surat,menghadapi instansi pemerintah yang berwenang,mengambil segala tindakan yang penting guna kepentingan perkara tersebut diatas.

Kuasa ini diberikan dengan hak substitusi sebagaimana diatur dalam pasal 57 UU No. 5 Tahun 1986,serta hak retensi dan hak lainnya menurut hukum.

Jakarta,12 Maret 2010

Penerima Kuasa,                                                                Pemberi Kuasa,

METERAI Rp. 6000

Tigor Panjaitan,S.H, M.H                                                  Rismando Hendra

contoh surat kuasa-tersangka

Surat Kuasa

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama     : ……

Alamat  : ……

Dengan ini memberi kuasa kepada kantor “……” ,berkantor di jalan …….

baik bertindak bersama-sama maupun sendiri-sendiri :

1. ……

2. ……

3. ……

————————————–Khusus———————————————–

Untuk dan atas nama pemberi kuasa mendampingi pemberi kuasa selaku “tersangka” di polsek …… ,sesuai dengan surat perintah penahanan no . pol : …… serta surat perintah penangkapan no : …. ,tertanggal …….

Dalam perkara pidana pencurian dengan pemberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 363 (4e) KUHP.

Kuasa diberi hak agar dapat melaksanakan/menggunakan segala upaya hukum guna kepentingan hukum pemberi kuasa

Jakarta, ………

Penerima Kuasa,                                                              Pemberi Kuasa,

(…………………..)                                                               (………………..)